28 Mei 2007

Selamat Jalan Paman, Selamat Jalan Sahabat

Setiap yang hidup pasti akan mati, setiap yang ada akan kembali ke ketiadaan. Takdir Tuhan tak dapat dilawan, Tuhan dapat mengambil milik-Nya kapan saja, tetapi saya berkeyakinan bahwa Tuhan tidak “bermain dadu” dalam menciptakan dunia termasuk tidak “bermain dadu” dalam mengambil hidup hamba-Nya, semuanya terencana entah dengan cara apa. Einstein (fisikawan terbaik dunia sepanjang masa) yang seorang Yahudi jauh sebelum hari ini telah menyadari hal itu.
Paman yang kusayang dan menyayangi aku dan keluargaku pada hari Senin tanggal 28 Mei 2007 pukul 20.00 Wita harus memenuhi panggilan Ilahi yang menandai perjalanan singkatnya di dunia fana ini di usia sekitar 30-an tahun. Tak seharusnya aku meratap karena itu sebuah keharusan oleh-Nya, tetapi tetap saja hatiku tersayat dengan kenyataan ini. “Pamanku, Sahabatku” telah pergi, terlalu banyak kenangan yang kau torehkan untukku dan keluarga kita. Aku tidak meratap karena kepergianmu, tetapi kenangan masa hidupmu terpampang jelas dalam benakku.
Kau menemani masa kecilku hanya sekejap, lalu kau pergi seperti lenyap di telan bumi dan kembali hadir pada saat usiaku telah menginjak dewasa lalu sekarang kau harus pergi lagi dan tak mungkin kembali.
=====
Dia menemani masa kecilku walau hanya sesaat dan saat itu Dia sudah SD. Kadang di sore hari Dia mengajak aku bersamanya mengembala sapi, mencari buah kenari atau sekali-kali dia memanjat pohonnya dan tugasku memunguti buahnya. Aku masih kanak-kanak ketika Dia meninggalkan kampung halaman “Herlang” ke negeri Jiran Malaysia. Sejak itu tidak pernah ada kabar darinya, dia pergi bagaikan peluru yang tak ingat kembali, mungkin sekitar 17 tahun.

Saat kuliahku menginjak semester 6, tiba-tiba dia pulang dengan membawa seorang istri (perempuan Jawa). Seakan tak percaya bahwa dia masih ingat pulang setelah sekian lama. Pada saat itu Ayahandanya baru saja meninggal dunia dan tinggal Bundanya seorang. Aku tidak menyangka bahwa dia mengenaliku dan memelukku erat padahal dia pergi saat aku masih balita. Tidak ada yang berubah darinya, dia masih memanjakanku seakan masih menganggapku seperti saat dia tinggalkan dulu. Bagiku, Dia bukan hanya sekedar Paman tapi lebih sebagai seorang sahabat yang menghilangkan batas kewibawaan antara paman dan keponakan.

Untuk menghidupi istri dan ibundanya, Dia beli sepeda motor yang digunakannya untuk menarik ojek. Mungkin karena itulah (dengan tidak mengesampingkan kekuasaan Ilahi) ajal menjemputnya. Bulan September 2006 lalu dia harus diopname di RSU Sultan Daeng Raja Bulukumba karena lever, imbas dari hepatitis yang dideritanya, namun Kuasa Tuhan masih menganugerahinya kesehatan. Setelah beristirahat total selama 3 bulan, dia kembali narik ojek untuk menghidupi keluarga. Dan selama Dia narik ojek, adikku satu-satunya yang juga sangat disayanginya tidak perlu susah payah untuk ke sekolah karena diantar jemput olehnya plus uang jajan setiap hari.
=====
Dan hari ini Dia harus menutup mata untuk selama-lamanya setelah sebelumnya terbaring sakit dengan penyakit yang sama, meninggalkan istrinya, ibundanya dan kami semua. Yang aku sesali karena aku tidak bisa di sampingnya pada detik-detik terakhir hidupnya, tidak bisa mengantar jenazahnya, dan tidak bisa larut dalam khidmat ta’ziahnya. Aku berada jauh sekitar 400 km darinya dan harus menuntaskan Prajabatan. Segenap cinta dan kasih sayang yang Kau berikan akan kami kenang, dan kami akan senantiasa mendoakanmu.

Selamat jalan Paman…!!!. Aku tak bisa temukan kata yang terbaik untuk melepas kepergianmu.

Persembahanku untuk Paman Rappelis, semoga arwahmu tenang di sisi-Nya.

0 komentar:


Posting Komentar